Rekrutmen Guru PNS melalui PPG, keberadaan LPTK Perlu
Ditinjau Ulang
Gebrakan M. Nuh, selama menjabat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, terus berlanjut, meski kerap menimbulkan
kontroversi. Setelah melaksanakan Uji Kompetensi Awal (UKA) sebelum Pendidikan
Latihan Profesi Guru (PLPG), berlanjut dengan kebijakan Uji Kompetensi Guru
(UKG) online, dan yang terbaru rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
akan menerapkan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam perekrutan guru PNS pada
tahun 2013.
Untuk rencana menerapkan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam perekrutan guru
PNS pada tahun 2013 benar-benar membuat kaget, khususnya mahasiswa LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), karena menurut Mendikbud, tidak ada
perbedaan antara lulusan LPTK maupun yang lulusan non-LPTK jika ingin menjadi
guru PNS harus melalui PPG selama dua semester. Akhirnya, puluhan mahasiswa
Universitas Negeri Surabaya (UNESA), menggelar aksi menolak sistem
penerimaan guru melalui PPG di depan gedung DPRD Jawa Timur. Mereka menilai, pemerintah
tidak adil dalam memperlakukan sarjana pendidikan dalam sistem penerimaan guru
PNS maupun Non PNS.
Keresahan sebagian mahasiswa LPTK terhadap regulasi baru dalam perekrutan
guru PNS sangatlah wajar. Bagaimana tidak? Lulusan LPTK yang sudah dibekali
dengan ilmu kependidikan masih harus mengikuti PPG yang lamanya sekitar dua
semester. Hal yang sama juga harus dijalani oleh lulusan non-LPTK.
Pertanyaannya, apa gunanya diadakan LPTK jika setelah lulus mereka juga harus
melakukan hal yang sama dengan lulusan non-LPTK? Jika regulasi baru itu
betul-betuk mulai diterapkan, maka eksistensi LPTK perlu dipertanyakan. Bahkan
secara ekstrim perwakilan mahasiswa UNESA menuntut LPTK dibubarkan saja,
diganti PPG selama 4 tahun.
M. Nuh, Mendikbud, mengakui regulasi baru rekrutmen guru PNS diadopsi dari
rekrutmen dokter PNS. Dia mengatakan untuk bisa menjadi dokter PNS, pelamar
atau pendaftar tes CPNS tidak bisa hanya berbekal ijazah sarjana kedokteran.
Tetapi mereka juga wajib mengikuti pendidikan profesi dokter selama satu tahun.
Hanya saja konsistensi pada pendidikan profesi dokter dimana yang berhak
mengikuti pendidikan profesi dokter hanya boleh diikuti oleh sarjana kedokteran
tidak diterapkan pada syarat yang berhak mengikuti pendidikan profesi guru
adalah sarjana keguruan. Fakta ini yang menyebabkan mahasiswa keguruan
menentang regulasi baru itu.
Amanat UU Guru dan Dosen Pasal 9 berbunyi, “Kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat.” Dalam
pasal itu sarjana non keguruan dapat menjadi guru PNS. Padahal, berdasarkan
Pasal 7 ayat (1) UU No 14 tahun 2005 jelas sekali disebutkan jika profesi guru
dan dosen adalah merupakan bidang pekerjaan khusus. Guru adalah mutlak
dibutuhkan keahlian khusus, dimana keahlian khusus ini tidak mungkin didapatkan
di perkuliahan non- LPTK. Pasal 9 itulah yang menurut aliansi mahasiswa
keguruan memiliki muatan ketidakadilan terhadap sarjana keguruan sehingga
mereka mengajukan uji materi khusus pasal 9 UU Nomor 14 Tahun 2005 ke Mahkamah
Konstitusi (MK).
Sembari menunggu hasil uji materi UU No. 14 2009 pasal 9, apa yang harus
dilakukan oleh lulusan LPTK? Mengantisipasi regulasi baru itu jalan terus pada
tahun 2013, sarjana lulusan LPTK jika ingin menjadi guru PNS maka harus
mengasah kemampuannya, meningkatkan kompetensinya untuk bersaing dengan sesama alumni
LPTK maupun lulusan non-LPTK. Mengingat kuota peserta PPG tiap tahunnya sangat
terbatas, maka membekali diri untuk berkompetisi secara optimal mutlak
dilakukan oleh siapa saja yang ingin menjadi guru.
Menjadi seorang guru adalah panggilan hati. Jika guru hanyalah profesi pelarian
karena gagal memperoleh pekerjaan di bidang yang lain, maka akan sulit menjadi
seorang guru yang mencintai profesinya. Idealnya seorang guru adalah lulusan
LPTK, karena dari awal sudah dibekali ilmu paedagogik. Bila PPG dianalogikan
sebagai pendidikan profesi, maka yang berhak mengikutinya adalah sarjana keguruan.
Jika yang boleh mengikuti pendidikan profesi dokter adalah sarjana kedokteran,
mengapa yang boleh mengikuti pendidikan profesi guru, boleh di luar sarjana
keguruan?
Mendikbud, yakin jika skenario perekrutan guru profesional ini berjalan secara
sistematis dan lancar, kualitas guru-guru Indonesia bisa meningkat.
Mendikbud juga mengingatkan posisi PPG ini strategis, karena menggantikan
program sertifikasi guru yang sekarang sedang berjalan.
Jaminan peningkatan kualitas guru hasil rekrutmen model PPG yang diyakini
Mendikbud, kita tunggu kenyataannya. Jika PPG hanya sekedar mengulang kembali
apa yang pernah diterima oleh mahasiswa kependidikan saat kuliah di LPTK,
harapan itu rasanya terlalu berlebihan. Rekrutmen guru PNS dengan pola PPG akan
berimplikasi bagi peningkatan kualitas guru terutama bagi peserta yang berasal
dari lulusan non-LPTK. Jika lulusan LPTK masih harus mengikuti PPG, berdasarkan
draft panduan PPG pra jabatan, tidak banyak hal baru dalam kurikulum PPG untuk lulusan
LPTK sehingga PPG bagi lulusan S-1 kependidikan kurang bermakna.
Kepala Badan Pengembangan SDM dan Peningkatan Mutu Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Syawal Gultom, di Jakarta, belum lama ini,
mengungkapkan, ”LPTK yang ada sekarang banyak yang kurang bermutu. Ada LPTK
yang menerima mahasiswa asal-asalan, tanpa seleksi yang akhirnya akan
memengaruhi mutu lulusan.” Lalu kemudian diadakan PPG untuk meningkatkan
kualitas calon guru PNS yang notabene lulusan LPTK. Mestinya LPTK-nya yang
dibenahi agar menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap pakai, bukan
menciptakan program baru yang berpotensi sebagai inefisiensi, baik biaya maupun
waktu.
Seandainya pemerintah tetap merealisasi aturan baru ini di tahun 2013, penulis
berharap penjaringan lulusan non kependidikan untuk mengikuti PPG tidak hanya
berdasarkan penilaian akademis tapi penilaian komitmen, jangan sampai sarjana
non kependidikan tergerak menjadi guru hanya semata karena alasan gaji guru
besar. Kompetisi secara bebas dengan memberi peluang sama kepada sarjana
kependidikan dan non kependidikan dalam memperebutkan kursi PPG juga kurang
bijak. Memberikan kuota yang lebih banyak kepada sarjana kependidikan daripada
sarjana non kependidikan adalah pilihan realistis, karena mereka dari awal
memang disiapkan menjadi guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar